Wednesday, December 27, 2017

Kesaksian Kami di ESQ-165 (1)

oleh : Legisan Sugimin Samtafsir

Menanggapi berbagai pertanyaan, keraguan dan pandangan yang berkembang di masyarakat mengenai ESQ-165, ingin sekali rasanya kami berbagi, bagaimana perasaan dan pengalaman kami di dalam ESQ, dengan penuh keyakinan, ketulusan dan seraya mengharap Rahmat dan Kasih Sayang Allah

Saya adalah seorang peminat Pemikiran dan Filsafat, yang membuat saya sangat bersemangat untuk mengikuti training yg langsung dipimpin oleh Pak Ary Ginanjar, pada September 2002. Saat itu adalah titik penting dalam hidup saya, mengingat setelah menyelesaikan Master dalam bidang Islamic Thought di IAIN, saya merasa ada hal yang belum selesai dalam pencarian saya. 

Bahkan pikiran saya merasa dipenuhi dengan ketidakpastian. Saya tidak merasa mantap dalam beribadah –meskipun tetap menjalankannya. Saya tidak merasakan indahnya membaca Al Quran, tidak ada feel bila menyebut Nama Allah, bahkan setiap kali berdoa, pikiran saya dipenuhi keraguan akan adanya Tuhan yang akan menjawab doa saya. Apa yang saya pelajari 12 tahun semenjak Madrasah dan menjadi guru mengaji, belum membuat hati saya mantap. Ada relung yang kosong di dalam hati saya. 

Di sisi lain, Pemikiran dan Pendidikan Islam yang saya dalami, tidak mendorong transformasi untuk perubahan, baik itu di perusahaan ataupun lembaga-lembaga pemerintahan (pada saat itu saya bekerja di BUMN Perkebunan). Pendidikan Agama bahkan menjadi hanya urusan Ibadah pribadi dan doa-doa. Dalam keadaan seperti inilah saya menemukan ESQ dan bertemu Pak Ary.


Alhamdulillah dengan Pertolongan dan Rahmat Allah, setelah mengikuti training ESQ, saya merasakan mulai ada titik terang. Dan kemudian saya bertekad utk melihat lebih dekat lagi ke dalam ESQ. Lambat laun, setalah 7 tahun, setelah melihat ratusan training saya jalani, ribuan orang dapat mengubah hidupnya ke arah yg lebih baik, kini saya bisa menceritakan betapa banyaknya kebaikan yang sangat bermanfaat dan merubah hidup saya, keluarga saya dan orang-orang yang saya temui dalam berbagai kesempatan dan kalangan. 

Terlepas dari kekurangan dan ketidaksempurnaan, saya merasakan kemantapan dalam hidup saya, batin saya, dan merasakan hidup sebagai pengabdian kepada Allah, Tuhan saya. Tak ada keraguan sedikitpun di hati saya tentang Allah Rabbul ’Alamiin dan Nabi Muhammad Rasulullah.


Jadi apabila ada orang yang mempertanyakan Aqidah yang diajarkan ESQ, saya ingin sampaikan bahwa yang ada justru sebaliknya. Saya merasa kembali kepada Allah, orang-orang kembali kepada Allah. Dan apa yang saya saksikan adalah orang-orang menjadi lebih dekat dan mencintai Allah. 

Mereka bisa merasakan Keagungan dan Kebesaran Allah. Orang-orang berubah menjadi lebih baik, lebih sholeh, lebih rajin beribadah dan bekerja, lebih amanah dan bertanggungjawab. Orang-orang menjadi lebih bersemangat untuk Haji atau Umrah dan membayar Zakat. 

Tentu, semua itu bukan karena ESQ dan Trainingnya, tetapi Allah yang berkehendak memberikan Hidayah. Kami selalu mengajarkan bahwa itu bukan karena Trainer atau ESQ. Kami pun merasa tidak ingin pujian untuk itu, tidak ada kebanggaan untuk kebaikan ini, karena semua kebaikan adalah milik Allah.

Kami pun selalu mengulang-ulang membaca Firman Allah:
 

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk (Hidayah) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk (Hidayah) kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk (QS. Al Qashah/28: 56).
 


Oleh karena itu, jika ada yang mempertanyakan bahwa ada kultus individu di dalam ESQ, saya ingin sampaikan bahwa itu tidak benar. Saya menjadi saksi bahwa Pak Ary TIDAK ingin dikultuskan dan kami semua pun TIDAK mengkultuskannya. Bagi kami Pak Ary adalah guru sekaligus pemimpin. Sebagai guru, tentu kita harus menghormati dan menghargainya, seperti juga guru-guru (Cikgu) yang lain, tidak lebih.

Fatwa dan Pentingnya Tabayyun

ole : Alumnus ESQ Eksekutif Angkatan 56, Direktur Eksekutif Sekolah Keluarga Fitrah


Mengapa umat Islam masih banyak yang terbelakang? Salah satu jawabannya bisa disimak dalam kisah nyata berikut ini. Suatu hari saya berdiskusi dengan teman saya yang aktivis Islam dan berprofesi sebagai trainer. Saya ceritakan tentang kedahsyatan training ESQ kepadanya.  “Kalau ente belum ikut ESQ, apalagi sebagai trainer, sepertinya kurang afdhol,” kata saya.

Apa jawaban teman saya itu? Sungguh mencengangkan. “Ane gak tertarik. Sepertinya masih bagusan metode training ane. Kata teman-teman yang sudah pada ikut, materi ESQ gak ada yang baru. Cuma menang di audio visual aja,” ujarnya.

Bayangkan, teman saya itu dengan beraninya menyimpulkan ESQ biasa-biasa saja tanpa pernah mengikuti trainingnya. Ia hanya menyandarkan informasi dari teman-temannya. Inilah penyakit kronis kita: mengambil kesimpulan tergesa-gesa yang disandarkan pada informasi yang sifatnya parsial atau sekunder. Hal semacam ini tak cuma menghasilkan kesimpulan yang parsial; tapi jauh lebih buruk dari itu: melahirkan ruang syak wasangka (persepsi) yang berujung pada terpecah belahnya tubuh umat.

Bukankah dalam sehari-hari kita kerap mendengar hal seperti ini? “Kelompok Islam itu anti tahlilan dan maulid.” Ada juga yang berkomentar,” Jangan sholat Subuh di masjid itu, soalnya pakai qunut.” Atau yang lainnya: ”Itu kelompok wahabi.”

Dan paling mutakhir adalah tentang keluarnya fatwa bahwa ESQ sesat. Sejak kasus itu bergulir, beragam komentar hilir mudik di media cetak maupun internet. Dan ironisnya, kebanyakan komentar tersebut hanya bersifat dugaan; hipotesis. Persis seperti proses dikeluarkannya fatwa ESQ sesat oleh salah seorang mufti Malaysia. Ternyata, sang mufti tak pernah ikut training ESQ dan tak menghadiri pertemuan antara Ary Ginanjar dan 13 mufti Malaysia lainnya.

Ini tentu saja problem serius. Bagaimana mungkin kita bisa mengambil kesimpulan utuh jika kita tak pernah mengikuti training ESQ dan berdialog dengan pendirinya? Islam mengajarkan kita untuk melakukan tabayyun (cek dan ricek) saat mendapat informasi tentang suatu hal.

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah (kebenarannya) dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujurat: 6)

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini termasuk ayat yang agung karena mengandung sebuah pelajaran yang penting agar umat tidak mudah terpancing, atau mudah menerima begitu saja berita yang tidak jelas sumbernya, atau berita yang jelas sumbernya tetapi sumber itu dikenal sebagai media penyebar berita palsu, isu murahan atau berita yang menebar fitnah. Apalagi perintah Allah ini berada di dalam surah Al-Hujurat, surah yang sarat dengan pesan etika, moralitas dan prinsip-prinsip mu’amalah sehingga Sayyid Quthb mengkategorikannya sebagai surah yang sangat agung lagi padat (surat jalilah dhakhmah), karena memang komitmen seorang muslim dengan adab dan etika agama dalam kehidupannya menunjukkan kualitas akalnya (adabul abdi unwanu aqlihi).

Alangkah elegannya jika sebelum fatwa itu keluar, sang mufti melakukan tabayun ke Ary Ginanjar. Sebagai sebuah metode, ESQ tentu saja memiliki ruang ketaksempurnaan. Hal yang justru diakui oleh Ary Ginanjar setiap ia memandu training ESQ. Persepsi atau dugaan seseorang terhadap sesuatu hal bisa jadi benar, bisa juga salah. Itulah mengapa pentingnya proses tabayyun; dialog, musyawarah agar tak menimbulkan fitnah.

Kasus ini menjadi pelajaran bagi umat Islam, wabil khusus kepada para pemimpinnya. Lakukanlah dialog; persempitlah ruang kecurigaan dan persepsi; biasakanlah melakukan tabayyun sebelum kita mengeluarkan komentar atau kesimpulan. Terlebih lagi sebuah fatwa yang memiliki dampak serius bagi umat. Kitakah umat yang bisa mengambil hikmah itu?


Infotainment Haram! Situs Penebar Fitnah?

ole : Khanza Safitri

Akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan infotainment haram baik bagi yang menayangkan maupun menonton. Fatwa tersebut disahkan dalam pleno Musyawarah Nasional (Munas) di Jakarta, Selasa (26/7). Dalam rumusan fatwa tersebut disebutkan bahwa upaya membuat berita menceritakan aib, kejelekan, gosip, dan hal-hal lain terkait pribadi kepada orang lain dan atau khalayak hukumnya haram. Begitu juga dengan mengambil keuntungan dari berita yang berisi tentang aib dan gosip dinyatakan hukumnya haram oleh MUI.

Ditanya wartawan, Ketua MUI Amidhan mengatakan, “Fatwa haram itu kita keluarkan menyangkut konten di infotainment. Apabila kontennya berisi gosip dalam bahasa agama gibah/fitnah yang menyangkut pribadi seseorang dan seseorang tersebut tidak senang diberitakan, itu hukumnya haram.”

Jelaslah bagi kita bahwa dasar keluarnya fatwa MUI terhadap infotainment bukan pada acaranya melainkan pada konten/isi yang mengandung ghibah, fitnah, gossip yang menyangkut pribadi dan seseorang tersebut tidak senang diberitakan. Artinya apapun bentuk medianya apakah infotainment atau bukan jika sifatnya ghibah, gossip, atau fitnah maka hukumnya haram.

Berkaitan dengan hal itu sebagai pemerhati konten situs-situs di internet, saya merasa sangat prihatin dengan keadaan saat ini berkaitan dengan pemberitaan buku dan Training ESQ (Emotional & Spiritual Quotient) yang digagas oleh Ary Ginanjar. Sebagai seorang alumni ESQ yang sudah berkali-kali membaca buku dan mengikuti training ESQ saya tahu persis apa yang disampaikan di dalam buku maupun training, tidak ada sama sekali seperti yang dituduhkan.

Rata-rata tulisan atau pendapat yang beredar di nbeberapa situs tersebut sepertinya tidak mendalami apa saja 10 dakwaan salah seorang Mufti di Malaysia tersebut. Mereka lalu ikut-ikutan menyalahkan ESQ, tanpa mempelajari bukunya dengan baik atau mengikuti trainingnya, sehingga isi tulisan kebanyakan fitnah, tanpa mengkonfirmasi pada yang bersangkutan.
 
Hal yang menurut saya sudah menjurus pada fitnah:

1. ESQ dianggap menghina Nabi dan merusak aqidah: dimana letak menghina Nabi dan merusak akidah? Hampir semua yang sudah pernah training ESQ merasakan kebesaran Allah dan bertambahnya kecintaan pada Nabi justru setelah mengikuti training ESQ

2. Menjadikan suara hati/logika sebagai sumber kebenaran. Yang mengatakan hal itu tidak pernah membaca secara utuh buku ESQ. Dalam buku maupun training secara jelas menyatakan bahwa Al Quran sebagai puncak kebenaran.

3. ESQ bersumberkan pada ajaran Hindu, Budha, Injil, dan Yahudi, mana buktinya? Ini fitnah yang tidak berdasar, apa alasannaya?

4. Ary Ginanjar dianggap mengakui kesalahannya yang berkaitan dengan tuduhan Mufti Wilayah Persekutuan. Ini jelas Fitnah karena meskipun Ary Ginanjar terbuka dengan berbagai kritikan dan masukan, namun bukan berarti membenarkan dakwaan Mufti Malaysia.

5. ESQ menafsirkan makna kalimah syahadah dengan konsep kristiani dalam menjelaskan trinitas. Ini pun sebuah tuduhan tanpa dasar, bahkan terkesan dipaksakan.

Saking banyaknya, saya tak bisa menyebutkan satu persatu tentang fitnah yang beredar di berbagai situs-situs. Sungguh ironis fitnah dan tuduhan malah muncul di situs-situs berlabelkan Islam.

Jika kembali pada soal fatwa haram infotainment yang didasarkan pada kandungannya yang mengandung ghibah, fitnah, kejelekan, dimana yang bersangkutan tidak suka (saya yakin Ary Ginanjar tidak akan suka difitnah seperti itu) maka tergolong haram.

Maka menurut saya situs-situs yang menebar fitnah pun harus dikategorikan haram. Kita harus berhati-hati terhadap situs-situs Islam yang isinya hanya menyebarkan ghibah, fitnah dan memecah belah umat Islam dengan berita-berita mereka. Bahkan mungkin kita harus curiga siapa dibalik situ-situs tersebut, yang sangat tendesius dalam menyerang saudara mereka sesama umat Islam.

Saya menghimbau pada MUI untuk mengeluarkan fatwa pada situs apapun yang isinya mengandung ghibah dan fitnah. Saya juga mengharapkan UU IT ditegakkan berkaitan dengan fitnah-fitnah yang merebak di situs-situs tidak bertanggung jawab.

Wahai umat Islam, sadarilah ada yang sedang tertawa dengan keadaan saat ini. Ingat banyak yang tidak suka jika Islam bangkit dan umat Islam menjadi kuat dan berkualitas. Ada yang sedang memanfaatkan situasi seperti ini, sesama umat Islam diadu domba dan dilemahkan. Energi dihabiskan untuk menghantam sesama umat Islam.

Ingat masih banyak pekerjaan di depan mata untuk kemaslahatan umat. Janganlah umat malah dibingungkan karena tuduhan-tuduhan yang tidak bertanggung jawab. Jangan merasa paling benar, lalu menyesatkan yang lain.

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS.Al Hujurat , 49:12)

Bahkan, Nabi Muhammad SAW lebih mempertegasnya lagi dalam sabdanya

”Tidak akan masuk surga orang yang menghambur-hamburkan fitnah (suka mengadu domba).”
(HR Abu Dawud dan At-Thurmudzi).

Salam,

Khanza Safitri

Tuesday, December 26, 2017

Catatan Kritis tentang Fatwa ESQ Sesat

oleh : Indrayana Taher


Sudah tiga pekan terakhir kegaduhan merebak, terutama di dunia maya, terkait fatwa sesat ESQ oleh salah seorang mufti di Malaysia. Berbagai berita dan  komentar hilir mudik masuk ke email saya. Mayoritas isinya menghujat, mencaci maki ESQ dengan kata dan kalimat yang –meminjam tagline Tempo—tak enak dibaca dan tak perlu.

Jujur, membaca berbagai berita tersebut membuat saya mixed feeling: sedih, geram, kecewa, kadang juga menggelikan. Saya tak akan berpanjang kalam menulis prolog ini. Ada baiknya anda menyimak deretan catatan kritis saya berikut ini :

1.    Fatwa sesat ESQ dikeluarkan oleh satu orang mufti dari 13 mufti yang ada di Malaysia. Menariknya, Sang Mufti yang menyesatkan ESQ itu tidak menghadiri pertemuan antara Ary Ginanjar dan 13 mufti lainnya pada Juni 2010 dan belum ikut training ESQ.  Ada tiga pertanyaan penting disini: 1) Mengapa ia yang tak hadir, tapi kemudian berani menyatakan ESQ sesat? 2) Mengapa ia yang belum pernah ikut training ESQ, berani menyatakan ESQ sesat? 3) Mengapa dari 14 mufti, hanya satu yang menyatakan ESQ sesat?

2.    Sejauh yang saya amati, mengapa orang-orang yang mengatakan ESQ sesat hanya itu-itu saja? Dan mohon maaf, kebanyakan mereka adalah ulama yang identik dengan kelompok tertentu yang selama ini terkenal sangat mudah memvonis orang atau kelompok lain. Sementara itu, sama persis dengan di atas,  situs-situs yang konsisten memuat pemberitaan ESQ sesat, hingga saat ini, juga yang itu-itu saja. Dan saya melihat, situs-situsnya, sangat mudah ditebak: berasal dari kelompok mana dan apa latar belakangnya.

3.    Terkait dengan poin 2 di atas, mengapa ulama-ulama yang selama ini menjadi mainstream umat Islam di Indonesia, tak menyatakan bahwa ESQ sesat? Muhammadiyah dan NU kompak berkata: “ESQ tidak sesat.” Bahkan MUI, sebagai lembaga yang memiliki otoritas mengeluarkan fatwa pun menyatakan tidak ada kesesatan ESQ.

4.    Sejauh yang saya amati, merujuk pada 10 kriteria MUI tentang ajaran sesat (diantaranya adalah  mengingkari salah satu rukun iman dan rukun islam; meyakini turunnya wahyu sesudah Al Qur’an; mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir, dst), tak ada satupun yang dengan kuat bisa dijadikan landasan untuk menyatakan ESQ sesat (untuk hal ini saya akan buat tulisan tersendiri). ESQ justru menegakkan rukun Iman dan rukun Islam, membuat para peserta mencintai Nabi Muhammad SAW serta menunjukkan mukjizat Al Qur’an. Makanya, karena memang tidak ada kriteria yang bisa menjerat ESQ, MUI tak pernah memvonis ESQ sesat: sejak dulu hingga kini. Selain itu tidak mungkin ESQ bisa memiliki alumni hingga hampir 1 juta orang apabila mengajarkan kesesatan.

5.    Berbagai tulisan yang masuk ke email saya dan beredar di dunia maya, sudah tak proporsional, adil, objektif. Bahkan, mohon maaf, sangat dangkal analisanya, tak logis dan sangat menyederhanakan masalah. Siapapun yang berpikiran waras, jernih dan cerdas, pasti akan tertawa tergelak-gelak saat membaca kalimat semacam ini.     Sementara itu KH Anwar Ibrahim meragukan ajaran ESQ, karena penuh dengan liberalisme dan pluralisme, yang menganggap semua agama adalah benar. Pasalnya, sewaktu Ary mendirikan ESQ tahun 2000 bertepatan dengan lahirnya gerakan Islam liberal di Indonesia yang diwakili JIL (Jaringan Islam Liberal).

Aneh bin ajaib…kok bisa-bisanya seorang ulama menyimpulkan ESQ adalah JIL hanya karena memiliki tanggal yang sama saat didirikan? Lalu apakah berarti semua organisasi yang didirikan di tahun 2000 bisa dihubungkan dengan JIL (Jaringan Islam Liberal)? Saya akan buat tulisan tersendiri tentang ini. Tunggu saja.
Masih banyak catatan kritis yang ingin saya buat. Tapi untuk sementara cukup disini dulu. Saya sungguh tak kuasa untuk melanjutkanya saat ini karena merasa sedih dengan potret umat Islam saat ini. Ulama dan pemimpinnya begitu mudah menyesatkan kelompok lain, umat menjadi bingung.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”

(QS Al Maidah, 5:87)